Gamma Rangers:
Blackout
Chapter 4
Pasukan
pemberontak telah sampai di wilayah pembangkit listrik Karangkates. Petugas
keamanan di pos jaga dilumpuhkan dengan mudah, hanya membutuhkan beberapa menit
saja untuk meringkus semua petugas keamanan di kompleks pembangkit tersebut.
Dalam waktu singkat, mereka telah menyandera seluruh kompleks beserta seluruh
staf pembangkit. PLTA Sutami telah dikuasai.
Jendral
Sodatoy tampak sumringah melihat kerja pasukannya yang cepat dan efisien. Dia
berdiri menghadap panel utama yang mengontrol kinerja PLTA Sutami.
"Tutup
pintu air yang menuju turbin", perintah Jendral Sodatoy kepada para
operator panel.
"Tidak!
Jika turbin dihentikan, sebagian kota Malang, Blitar dan Tulungagung akan
kehilangan suplai listrik", protes kepala operator.
"Laksanakan,
atau kau tak akan bisa protes untuk selamanya", kata sang Jendral dengan
tenang sambil mengarahkan pistolnya ke pelipis kepala operator.
Operator
itu mau tak mau harus menjalankan perintah Sodatoy. Lima belas menit kemudian,
PLTA Sutami berhenti beroperasi. Kegelapan meliputi wilayah bendungan
Karangkates, lalu meluas hingga kota Malang, Blitar dan Tulungagung. Generator
di kompleks pembangkit secara otomatis menyala untuk menyuplai listrik gedung
pengendali pembangkit.
Jendral
Sodatoy menyeringai puas. PLTA Sutami telah berhasil dikuasai.
* *
* * *
Saat
akan memasuki jalur jalan kembar Ngreco, Explorer menghentikan timnya karena
tiba-tiba keadaan menjadi gelap gulita.
"Sepertinya
kita terlambat", kata Ace.
"Kita
memang terlambat. Tak ada hubungannya dengan pemadaman", sahut Explorer.
Tim Gamma memang sudah ngebut habis-habisan di perjalanan, tetapi tetap saja
mereka membutuhkan hampir dua jam untuk sampai di lokasi mereka sekarang. Masih
beberapa kilometer lagi menuju bendungan Karangkates.
"Ini
perkiraanku. Kalian pikir kenapa Kolonel meminta kita menuju Karangkates dalam
satu jam?", kata Ace serius. Tiga orang lainnya kompak menggelengkan
kepala. "Pasti ada hubungannya dengan pemberontakan Jendral Sodatoy".
"Hmmm...",
tiga orang lainnya memperhatikan dengan serius.
"Mungkin
Jendral Sodatoy berada disana dan berencana menyabotase PLTA", urai Ace.
"Tapi sepertinya kita sudah terlambat, pemadaman luas ini mungkin saja
karena sabotase Jendral Sodatoy".
"Aku
tadi juga berpikir begitu", sahut Saboteur.
"Berpikir
apa?", tanya Armstrong.
"Sabotase.
Boom... Kembang api raksasa", jawab Saboteur bersemangat.
"Jika
mereka meledakkan bendungan, seharusnya dari sini kita bisa melihat cahaya
ledakannya. Atau paling tidak merasakan getarannya", bantah Ace.
"Akan
kucoba menghubungi CB", kata Explorer singkat, lalu menyalakan perangkat
komunikasi di motornya.
* *
* * *
Pangkalan
Delta Force senja itu dilingkupi kegelapan. Di tengah kegelapan itu tampak
kesibukan, atau lebih tepatnya kepanikan. Tak ada tenaga listrik, semua
perangkat elektronik mati. Hal itu telah melumpuhkan aktivitas pangkalan.
"Sepertinya
teorimu salah", kata Kolonel. "Padamnya listrik ini mungkin karena
ulah Jendral Sodatoy", Kolonel mengatakan itu dengan cemas.
"Jadi,
pesan misterius di saluran rahasia itu memberitahukan hal yang benar?",
kali ini nada bicara CB sedikit pelan. Teorinya telah dimentahkan.
Tanpa
diduga, ternyata Jendral Sodatoy bergerak menuju target di luar daftar. Padahal
semua target di dalam daftar itu didapatkan oleh Spy, informasi dari dalam
pasukan pemberontak. CB tak habis pikir, apakah Spy memberikan informasi yang
salah? Lalu siapa yang mengirimkan pesan di saluran rahasia?
"Sudah
lebih dari lima menit, kenapa generator masih belum menyala?", tampak
Kolonel sangat gusar. "Aku akan cari tahu", lanjut Kolonel sambil
berjalan menuju pintu.
"Kolonel,
tunggu", sergah CB.
"Ada
apa lagi?", Kolonel menghentikan langkahnya.
"Jangan
tinggalkan aku, aku takut gelap", pinta CB dengan nada memelas.
* *
* * *
"Markas
tak bisa dihubungi", ujar Explorer setelah tak berhasil menghubungi
pangkalan.
"Pasti
sistem komunikasi mereka mati karena tak mendapat suplai listrik".
"Bukannya
pangkalan memiliki generator? Apa generatornya juga tak bekerja?", tanya
Ace.
"Aku
tidak tahu, generator itu sudah bertahun-tahun tak dipakai. Mungkin
rusak", tebak Explorer.
"Kalau
begitu kita lanjutkan perjalanan kita ke Karangkates. Kita jumpai Spy disana
untuk menentukan langkah selanjutnya", usul Ace.
"Baiklah.
Siapkan perlengkapan kalian. Ada kemungkinan kita harus bertempur di
Karangkates", perintah Explorer tegas.
"Siap",
sahut Ace, Armstrong dan Saboteur bersamaan. Kemudian mereka sibuk
mempersiapkan perlengkapan tempur mereka.
* *
* * *
Di
gedung pengendali PLTA Sutami, Spy tampak bingung. Dia tidak pernah menduga
Jendral Sodatoy akan melakukan sabotase PLTA. Tetapi tampaknya bukan hanya ini
rencana Jendral Sodatoy.
"Jendral,
saya telah menerima berita dari Mayor Bishop. PLTA Sengguruh berhasil
dikuasai", lapor seorang bawahan yang bertugas di bagian komunikasi.
"Bagus,
tinggal menunggu laporan dari tim barat", jawab Jendral tersenyum puas. "Sementara
itu aku akan memberi salam pada teman baik kita", lanjutnya sambil
melangkah tegap menuju pintu.
Spy
yang berjaga di pintu melangkah minggir untuk memberi jalan bagi Jendral
Sodatoy. Tetapi tanpa diduga, sang Jendral berhenti di depannya.
"Salam
prajurit Espeye, atau perlu kupanggil Sersan Dua Spy?", kata Jendral
dengan senyum sinisnya. Spy sangat terkejut penyamarannya terbongkar. Dengan
cepat dia melompat mundur sambil meraih pistol yang tergantung di pinggangnya,
kemudian menodongkan ke arah kepala sang Jendral. Benar-benar sebuah reaksi
yang cepat dari Spy.
* *
* * *