Gamma Rangers:
Blackout
Chapter 9
Semua
langsung mengamini keanehan yang dipaparkan oleh Ace tentang
informasi-informasi aneh yang diterima oleh markas.
"Masuk
akal juga", kata Spy yang sedari tadi lebih banyak diam dan memperhatikan.
"Tunggu,
pesan-pesan itu masuk melalui saluran rahasia. Hanya beberapa orang saja yang
mengetahui keberadaan saluran ini", kata CB.
"Mereka
pasti telah melacaknya melalui motor kita", jawab Ace.
"Pesan-pesan
itu kuterima sebelum motor kalian hilang, kecuali yang terakhir. Bagaimana kau
menjelaskan hal ini?", bantah CB.
"Mereka
pasti telah mengetahui adanya pesan-pesan tersebut, lalu mengirimkan pesan
terakhir melalui saluran yang sama", tegas Ace lagi.
"Aku
meragukan itu", kata CB.
"Apa
yang kau ragukan?", tanya Ace.
"Aku
juga berpikiran begitu sebelumnya, tetapi ternyata pesan-pesan tersebut
benar", kata CB. "Ah, tunggu sebentar", kata CB, lalu terdengar
dia sedang bercakap-cakap dengan seseorang. Ace tak bisa mendengarnya dengan
jelas.
"Jadi
bagaimana tindakan kita sekarang?", tanya Ace.
"Kita
tetap pada rencana awal, serbu dari depan", kata Explorer.
"Tunggu!",
terdengar suara CB nyaris berteriak. "Pesan-pesan itu berasal dari satu
sumber", lanjutnya dengan bersemangat.
"Pasukan
pemberontak?", tanya CB.
"Tunggu,
biar Letnan Angus yang memberitahukan secara langsung", kata CB.
"Letnan
Angus?", tanya Ace berpandangan dengan Explorer.
"Halo
halo... Tes satu, dua, tiga...", terdengar suara yang terdengar sedikit
malas dari perangkat komunikasi. "Oke, aku telah melacak sumber
pesan-pesan misterius itu. Aku tak bisa melacak siapa pengirimnya, tetapi aku
bisa memastikan pesan-pesan itu berasal dari sumber yang sama. Bukan dari
pasukan pemberontak", kata Letnan Angus dengan suara yang terdengar tanpa
gairah.
"Bukan
dari pasukan pemberontak?", kata Explorer. Kemudian memandang Ace yang
sedang mengerutkan dahinya.
"Tak
bisa kupercaya", desis Ace setelah analisanya dimentahkan.
"Kalian
pakai saja pesan itu sebagai acuan. Entah kenapa, tapi perasaanku mengatakan
pesan itu benar", suara CB kembali terdengar.
"Itu
berarti kita harus merubah strategi", kata Explorer.
"Lebih
cepat lebih baik, waktu kalian hanya tersisa empat jam", kata CB. Setelah
itu komunikasi diakhiri.
"Baiklah,
strategi kita harus bagaimana?", tanya Ace.
"Strategi
kita tetap serang dari depan”, jawab Explorer. Dia memang keras kepala kalau
sudah punya kemauan.
"Anu...
Aku masih bingung, apa yang aneh dengan motor yang dicuri?", tanya
Armstrong dengan polos.
* *
* * *
Kolonel
Blues baru saja terbangun dari istirahatnya ketika ponselnya bergetar.
Diraihnya ponsel itu dengan sedikit enggan. "Ah, pasti Zuger mulai
khawatir", gumamnya. Raut wajahnya langsung berubah setelah melihat
identitas pemanggil. Detik berikutnya dia sudah menjawab panggilan itu.
Lima
menit berselang, Kolonel Blues dengan bergegas memasuki ruang kontrol.
"CB,
aku mau... Ah, ternyata Letnan Angus sudah ada disini", kata Kolonel
setelah menyadari keberadaan Letnan Angus yang masih memakai piyama.
"Apa
yang Anda inginkan, Kolonel?", tanya CB.
"Ah
ya... Panggil Letnan Suko ke ruanganku segera", perintah Kolonel dengan
tegas. "Letnan Angus, ikut ke ruanganku sekarang", lanjut Kolonel
Sambil berjalan meninggalkan ruang kontrol.
"Siap!",
sahut Letnan Angus. Sejenak dia berpandangan dengan CB, mereka tak paham dengan
kemauan Kolonel. Walau begitu, perintah atasan harus dilaksanakan. Letnan Angus
segera menyusul Kolonel ke ruangannya, sedangkan CB segera menghubungi Letnan
Suko.
* *
* * *
Tepat
pukul lima pagi saat sebuah ledakan menggelegar di gerbang fasilitas PLTA.
Ledakan itu memicu ledakan lainnya, membuat sebuah garis melintang tepat di
depan gerbang.
"Ha!
Enteng!", teriak Saboteur setelah lemparan granatnya tepat sasaran.
"Lini kedua pasti sekumpulan ranjau", lanjutnya sambil melemparkan
bom EMP. Beberapa detik kemudian, tampak kilatan cahaya menyilaukan. Disusul
percikan api di beberapa titik. Tak lama kemudian terjadi ledakan beruntun di
lokasi percikan tadi.
"Lini
kedua terbuka!", teriak Saboteur penuh semangat. Sedetik kemudian
terdengar rentetan tembakan dari seberang. Pasukan pemberontak menyerang balik.
"Tetap
pada posisi!", teriak Explorer.
"Armstrong,
aku butuh bantuanmu!", teriak Saboteur.
"Ya?
Bantuan macam apa?", jawab Armstrong seraya mendekati rekannya.
"Aku
membutuhkan tenagamu. Lemparkan granat ini tepat di parit pertahanan mereka.
Aku tak bisa melempar sejauh itu", kata Saboteur sambil mempersiapkan
beberapa granat.
"Piece
of cake!", kata Armstrong.
Yang
terjadi kemudian adalah aksi bombardir di parit pertahanan pasukan pemberontak.
Serentetan ledakan memporak porandakan parit itu. Teriakan pasukan terdengar
mengiringi setiap ledakan granat. Agaknya pasukan pemberontak tidak
mengantisipasi serangan kombinasi itu. Tenaga Armstrong bisa melontarkan granat
sama jauhnya dengan jangkauan grenade launcher.
Di
gedung kontrol, Jendral Sodatoy sedang mengamati pertempuran dengan gemas. Dia
kembali teringat beberapa pertempuran antara dirinya dan pasukan Delta Force
dahulu. Selama ini dia selalu berhasil lolos dari sergapan Delta Force. Tetapi
melihat kekuatan tim yang sekarang sedang bertempur, Jendral Sodatoy merasa
perlu untuk melakukan tindakan antisipasi.
"Mayor,
siapkan peledaknya", perintah Jendral Sodatoy pada Mayor Bishop yang
berdiri di sebelahnya. "Kita pindah ke atas", lanjut sang Jendral
sambil melangkah keluar ruang kontrol.
"Apakah
tidak terlalu cepat, Jendral?", tanya Mayor meminta Jendral untuk
mempertimbangkan kembali.
"Just
in case, Mayor", jawab Jendral dengan datar.
"Siap!
Laksanakan!", jawab Mayor. Mayor segera menuju panel pengendali utama. Dia
meraih pistolnya, lalu menembaki panel tersebut sampai pelurunya habis.
Percikan bunga api muncul dari bekas lubang-lubang peluru. Panel pengendali
bendungan telah rusak. Mayor Bishop segera berbalik dan menyusul atasannya.
* *
* * *