Saturday, March 29, 2014

Gamma Rangers: Blackout (Chapter 09)



Gamma Rangers: Blackout
Chapter 9


Semua langsung mengamini keanehan yang dipaparkan oleh Ace tentang informasi-informasi aneh yang diterima oleh markas.

"Masuk akal juga", kata Spy yang sedari tadi lebih banyak diam dan memperhatikan.

"Tunggu, pesan-pesan itu masuk melalui saluran rahasia. Hanya beberapa orang saja yang mengetahui keberadaan saluran ini", kata CB.

"Mereka pasti telah melacaknya melalui motor kita", jawab Ace.

"Pesan-pesan itu kuterima sebelum motor kalian hilang, kecuali yang terakhir. Bagaimana kau menjelaskan hal ini?", bantah CB.

"Mereka pasti telah mengetahui adanya pesan-pesan tersebut, lalu mengirimkan pesan terakhir melalui saluran yang sama", tegas Ace lagi.

"Aku meragukan itu", kata CB.

"Apa yang kau ragukan?", tanya Ace.

"Aku juga berpikiran begitu sebelumnya, tetapi ternyata pesan-pesan tersebut benar", kata CB. "Ah, tunggu sebentar", kata CB, lalu terdengar dia sedang bercakap-cakap dengan seseorang. Ace tak bisa mendengarnya dengan jelas.

"Jadi bagaimana tindakan kita sekarang?", tanya Ace.

"Kita tetap pada rencana awal, serbu dari depan", kata Explorer.

"Tunggu!", terdengar suara CB nyaris berteriak. "Pesan-pesan itu berasal dari satu sumber", lanjutnya dengan bersemangat.

"Pasukan pemberontak?", tanya CB.

"Tunggu, biar Letnan Angus yang memberitahukan secara langsung", kata CB.

"Letnan Angus?", tanya Ace berpandangan dengan Explorer.

"Halo halo... Tes satu, dua, tiga...", terdengar suara yang terdengar sedikit malas dari perangkat komunikasi. "Oke, aku telah melacak sumber pesan-pesan misterius itu. Aku tak bisa melacak siapa pengirimnya, tetapi aku bisa memastikan pesan-pesan itu berasal dari sumber yang sama. Bukan dari pasukan pemberontak", kata Letnan Angus dengan suara yang terdengar tanpa gairah.

"Bukan dari pasukan pemberontak?", kata Explorer. Kemudian memandang Ace yang sedang mengerutkan dahinya.

"Tak bisa kupercaya", desis Ace setelah analisanya dimentahkan.

"Kalian pakai saja pesan itu sebagai acuan. Entah kenapa, tapi perasaanku mengatakan pesan itu benar", suara CB kembali terdengar.

"Itu berarti kita harus merubah strategi", kata Explorer.

"Lebih cepat lebih baik, waktu kalian hanya tersisa empat jam", kata CB. Setelah itu komunikasi diakhiri.

"Baiklah, strategi kita harus bagaimana?", tanya Ace.

"Strategi kita tetap serang dari depan”, jawab Explorer. Dia memang keras kepala kalau sudah punya kemauan.

"Anu... Aku masih bingung, apa yang aneh dengan motor yang dicuri?", tanya Armstrong dengan polos.

* * * * *

Kolonel Blues baru saja terbangun dari istirahatnya ketika ponselnya bergetar. Diraihnya ponsel itu dengan sedikit enggan. "Ah, pasti Zuger mulai khawatir", gumamnya. Raut wajahnya langsung berubah setelah melihat identitas pemanggil. Detik berikutnya dia sudah menjawab panggilan itu.

Lima menit berselang, Kolonel Blues dengan bergegas memasuki ruang kontrol.

"CB, aku mau... Ah, ternyata Letnan Angus sudah ada disini", kata Kolonel setelah menyadari keberadaan Letnan Angus yang masih memakai piyama.

"Apa yang Anda inginkan, Kolonel?", tanya CB.

"Ah ya... Panggil Letnan Suko ke ruanganku segera", perintah Kolonel dengan tegas. "Letnan Angus, ikut ke ruanganku sekarang", lanjut Kolonel Sambil berjalan meninggalkan ruang kontrol.

"Siap!", sahut Letnan Angus. Sejenak dia berpandangan dengan CB, mereka tak paham dengan kemauan Kolonel. Walau begitu, perintah atasan harus dilaksanakan. Letnan Angus segera menyusul Kolonel ke ruangannya, sedangkan CB segera menghubungi Letnan Suko.

* * * * *

Tepat pukul lima pagi saat sebuah ledakan menggelegar di gerbang fasilitas PLTA. Ledakan itu memicu ledakan lainnya, membuat sebuah garis melintang tepat di depan gerbang.

"Ha! Enteng!", teriak Saboteur setelah lemparan granatnya tepat sasaran. "Lini kedua pasti sekumpulan ranjau", lanjutnya sambil melemparkan bom EMP. Beberapa detik kemudian, tampak kilatan cahaya menyilaukan. Disusul percikan api di beberapa titik. Tak lama kemudian terjadi ledakan beruntun di lokasi percikan tadi.

"Lini kedua terbuka!", teriak Saboteur penuh semangat. Sedetik kemudian terdengar rentetan tembakan dari seberang. Pasukan pemberontak menyerang balik.

"Tetap pada posisi!", teriak Explorer.

"Armstrong, aku butuh bantuanmu!", teriak Saboteur.

"Ya? Bantuan macam apa?", jawab Armstrong seraya mendekati rekannya.

"Aku membutuhkan tenagamu. Lemparkan granat ini tepat di parit pertahanan mereka. Aku tak bisa melempar sejauh itu", kata Saboteur sambil mempersiapkan beberapa granat.

"Piece of cake!", kata Armstrong.

Yang terjadi kemudian adalah aksi bombardir di parit pertahanan pasukan pemberontak. Serentetan ledakan memporak porandakan parit itu. Teriakan pasukan terdengar mengiringi setiap ledakan granat. Agaknya pasukan pemberontak tidak mengantisipasi serangan kombinasi itu. Tenaga Armstrong bisa melontarkan granat sama jauhnya dengan jangkauan grenade launcher.

Di gedung kontrol, Jendral Sodatoy sedang mengamati pertempuran dengan gemas. Dia kembali teringat beberapa pertempuran antara dirinya dan pasukan Delta Force dahulu. Selama ini dia selalu berhasil lolos dari sergapan Delta Force. Tetapi melihat kekuatan tim yang sekarang sedang bertempur, Jendral Sodatoy merasa perlu untuk melakukan tindakan antisipasi.

"Mayor, siapkan peledaknya", perintah Jendral Sodatoy pada Mayor Bishop yang berdiri di sebelahnya. "Kita pindah ke atas", lanjut sang Jendral sambil melangkah keluar ruang kontrol.

"Apakah tidak terlalu cepat, Jendral?", tanya Mayor meminta Jendral untuk mempertimbangkan kembali.

"Just in case, Mayor", jawab Jendral dengan datar.

"Siap! Laksanakan!", jawab Mayor. Mayor segera menuju panel pengendali utama. Dia meraih pistolnya, lalu menembaki panel tersebut sampai pelurunya habis. Percikan bunga api muncul dari bekas lubang-lubang peluru. Panel pengendali bendungan telah rusak. Mayor Bishop segera berbalik dan menyusul atasannya.

* * * * *

Saturday, March 22, 2014

Gamma Rangers: Blackout (Chapter 08)



Gamma Rangers: Blackout
Chapter 8


Pukul dua dini hari, Jendral Sodatoy terjaga dari tidurnya. Dia bangun, merapikan tempat tidur, lalu berdiri memperhatikan hasil kerjanya.

"Semua memang lebik baik jika tertata rapi", gumamnya. Kemudian menuju kamar mandi.

Setengah jam kemudian, Jendral Sodatoy memasuki ruang kontrol. Disana telah hadir Mayor Bishop, Kapten Barker dan Kapten Ringo.

"Bagaimana persiapan kalian?", tanya Jendral memulai briefing.

"Siap. Saya telah memasang jebakan, ranjau dan peledak lainnya di akses masuk fasilitas pembangkit. Nyamuk pun tak akan bisa masuk kemari", lapor Kapten Barker dengan bersemangat.

'PLAK!' Tiba-tiba saja Mayor Bishop menepukkan kedua telapak tangannya.

"Ah, maaf. Ada nyamuk yang lolos", kata Mayor Bishop datar. Kapten Barker menanggapinya dengan cibiran.

"Kapten Ringo?", tanya sang Jendral melanjutkan briefing.

"Siap! Saya sudah mengatur pasukan di ring dua dengan formasi bertahan 5-3-2. Walau musuh berhasil melewati jebakan Kapten Barker, mereka tak akan bisa menembus ring dua", kata Kapten Ringo. Kini cibiran Kapten Barker beralih padanya.

"Apakah kau juga menerapkan perangkap offside?", sindir Mayor Bishop datar.

"Ya, aku sendiri yang akan memimpin komando", Kapten Ringo menanggapi sindiran itu dengan santai.

"Mayor, bagaimana denganmu?", tanya Jendral Sodatoy sambil mengalihkan pandangannya kepada Mayor Bishop. Dua orang lainnya diam, mencari celah untuk balas menyindir.

"Ring tiga telah siap", jawab Mayor Bishop singkat. Singkatnya laporan Mayor Bishop membuat kedua kapten tak memiliki kesempatan membalas.

"Bagus, segera kembali ke pos kalian masing-masing", perintah sang Jendral. Kedua kapten meninggalkan ruang kontrol, sedangkan Mayor tetap tinggal.

"Jendral, aku telah membongkar komputer di ketiga motor Delta Force. Mereka memang memakan umpan yang kau berikan melalui Spy. Tetapi ada orang lain yang memberikan informasi sesungguhnya", kata Mayor.

"Maksudmu, ada tikus lain?", tanya Jendral sedikit terkejut.

"Benar. Kemungkinan ada orang kita yang membocorkan informasi. Aku tidak bisa melacaknya", secara tak langsung Mayor mengakui informan tersebut sangat pintar menyembunyikan keberadaannya.

"Temukan dia! Waktu kita hanya tersisa kurang dari enam jam", perintah sang Jendral.

"Siap!", kata Mayor sambil menghormat, lalu meninggalkan ruangan.

"Satu ekor tikus cerdik? Aku benci ini", gumam Jendral kesal.

* * * * *

CB baru saja terbangun dari tidurnya. Dia tak ingin tidur malam itu, tetapi kelelahan tubuh telah memaksanya untuk beristirahat. Dua jam tidur telah cukup membuat tubuhnya segar kembali. Dia meninggalkan ruang kendali untuk membasuh wajahnya.

CB baru saja kembali saat monitor berkedip. Buru-buru dia kembali ke tempat duduknya, ada sebuah pesan dari saluran rahasia:

'Barker, Ringo, Bishop, Sodatoy siaga di Karangkates'

CB memutuskan untuk memberitahu tim Gamma. Dia menghubungi Spy.

"Darimana kau dapatkan info tersebut? Bishop berada di Sengguruh, Barker dan Ringo ada di Blitar dan Tulungagung", sanggah Spy setelah CB memberitahukan pesan yang baru saja diterimanya.

"Aku tak tahu siapa yang mengirimkannya, tetapi pesan-pesannya selalu benar", jawab CB.

"Tetapi kami tak bisa mempercayai informasi dari sumber yang tak jelas", jawab Spy.

"Awalnya aku juga berpikir begitu, tetapi taktik yang dipakai Jendral Sodatoy memaksaku mengubah pendapat", kata-kata CB mengingatkan Spy akan informasi palsu yang dia dapatkan. Informasi dari dalam tak sepenuhnya benar.

"Tak bisakah kau melacak pengirimnya?", tanya Spy.

"Sementara gunakan pesan ini sebagai referensi. Sementara itu aku akan mencari tahu siapa sebenarnya pengirim pesan ini", kata CB kemudian mengakhiri pembicaraan.

Setelah itu CB segera keluar dari ruang kendali. Dia berjalan dengan cepat di sepanjang koridor dan baru berhenti setelah sampai di depan sebuah pintu di ujung koridor. Pintu itu bertuliskan 'Pemecah Sandi'. CB menggedor pintu itu, dia tahu, penghuni ruangan ini jarang pulang karena bisa menikmati akses internet di pangkalan sesuka hatinya.

"Sebentaaar...", terdengar suara malas dari balik pintu. Pintu terbuka dan muncullah Letnan Angus, masih mengenakan piyama, rambut acak-acakan dan mata merah yang setengah terpejam. "Ada apa CB?", katanya sambil menguap, sedangkan tangan kirinya menggaruk pinggang.

"Ikut aku", kata CB singkat sambil meraih lengan Letnan Angus, menyeretnya menuju ruang pusat kendali.

"Wooo... Tunggu... Paling tidak biarkan aku berganti pakaian dulu", protes Letnan Angus. Nyaris jatuh karena tersandung kakinya sendiri. "Atau paling tidak cuci muka", protesnya terus berlanjut. "Atau paling tidak menutup pintu", kata-katanya tak mendapat respon dari CB yang terus menariknya masuk ruang pusat kendali. "Atau paling tidak ciuman selamat pagi". Kali ini CB menghentikan langkahnya dan melepaskan tangan Letnan Angus.

"Duduk", kata CB dengan dingin sambil menunjuk kursi yang biasa ditempatinya. Letnan Angus tak bisa menebak kemauan CB, dia tetap berdiri di tempatnya. CB kembali menariknya ke arah kursi, lalu menekan bahunya, memaksanya duduk.

"Apa-apaan kau ini?", protes Letnan Angus.

"Maaf, Letnan. Akan kujelaskan nanti. Sekarang aku mau kau lacak pengirim pesan ini", kata CB sambil menunjukkan pesan-pesan yang diterimanya di saluran rahasia.

"Hanya karena ini kau membuyarkan mimpiku, lalu menyeretku dengan paksa?", protes Letnan Angus.

"Kita tak punya banyak waktu. Lacak pengirimnya, atau... Kita dipecat", kata CB dengan datar.

"Apa!?", Letnan Angus terkejut mendengarnya. "Hanya karena sebuah pesan kita bisa dipecat?". Terbayang olehnya, jika dipecat maka dia takkan bisa lagi menggunakan akses internet tak terbatas.

"Waktu terus berjalan, Letnan", kata CB.

"Yaaa... Baiklah. Yang aku butuhkan sekarang adalah ketenangan!", jawab Letnan Angus. Jemarinya langsung mengetikkan beberapa perintah, dia langsung bekerja.

"Baiklah, sementara kau bekerja aku akan menyeduh kopi. Kau mau?", tawaran CB tak mendapat jawaban. Letnan Angus telah tenggelam dalam kesibukannya.

* * * * *

Tim Gamma telah sampai di bendungan Lahor. Tampaknya mereka akan melakukan serangan fajar.

"Tunggu, berhenti!", kata Ace tiba-tiba saat melintasi gerbang area wisata Sutami.

"Ada apa?", tanya Explorer setelah menghentikan laju motor. Tiga motor yang lain berhenti di sampingnya.

"Motor kita hilang", kata Ace menunjuk area parkir dekat gerbang wisata Sutami.

"Pasti ada yang mencurinya. Kita parkir sembarangan sih", sahut Armstrong.

"Semoga saja begitu", kata Ace dengan ragu.

"Pasti begitu", kata Explorer sambil menjalankan motornya menuju area bendungan.

"Tetapi tidakkah kau merasa aneh? Tiga motor sekaligus hilang, lalu CB...", Ace menghentikan kalimatnya. Otaknya menyadari sesuatu. "Hentikan motor", katanya sambil menepuk bahu Explorer.

Explorer menginjak rem dengan spontan hingga Ace bergeser ke depan, menekan punggung Explorer. Sedangkan Spy dengan cekatan menghindar ke kanan, begitu juga Armstrong. Hanya Saboteur yang sedikit kaget dan menghindar ke kiri, langsung menuju pagar pembatas jalan dengan sudut 45 derajat. Secara reflek kaki kirinya menendang pagar itu hingga motor langsung berubah arah menjadi sejajar dengan pagar. Setelah berhenti, dia mengumpat tak jelas.

"Ada apa?", tanya Explorer dengan sedikit kesal. Ace tak menjawab, dia Turun dari motor dan menghampiri Spy.

"Hubungkan aku dengan CB", perintah Ace. Spy langsung melaksanakannya.

"CB, bisa kau lacak posisi motor kita yang pertama?", tanya Ace setelah tersambung.

"Sebentar", jawab CB. Kemudian terdengar suara jemarinya yang menekan-nekan keyboard. "Signal motor Explorer tak terdeteksi, akan kucoba mencari dua motor lainnya", kata CB.

"Mungkin pencurinya sudah membongkarnya, lalu menjualnya ke pasar loak", kata Armstrong.
"Motor kedua juga tak terdeteksi. Tetapi motor ketiga tetap berada di Karangkates", kata CB setelah selesai melacak. "Tapi tunggu dulu, motor itu tak lagi ada di tempat parkir, tetapi berpindah ke sisi barat bendungan. Dekat dengan instalasi pembangkit", lanjut CB memberitahukan lokasi motor.

"Rupanya pencuri itu adalah pasukan Jendral Sodatoy", kata Ace mengambil kesimpulan.
"Tidakkah kalian merasa aneh?".

"Aneh? Siapapun bisa mencuri motor yang diparkir sembarangan", kata Armstrong.

"Motor kita sekarang berada di markas pasukan pemberontak. Signal yang hilang mengindikasikan sistem elektronik motor telah dimatikan", ulas Ace. Yang lain memperhatikan.

"Lalu dimana keanehannya?", tanya Armstrong.

"Mereka telah membongkar motor kita, berarti mereka telah mengetahui semua data kita", Ace mengutarakan analisanya.

"Anehnya dimana?", tanya Armstrong lagi.

"Pesan yang disampaikan CB itu yang aneh", tukas Ace. Anggota lainnya cuma diam, berusaha mencari keanehan pesan itu.

"Tunggu, Ace. Maksudmu pasukan pemberontak yang mengirimkan pesan tersebut?", kata CB yang belum memutuskan komunikasi.

"Ya, begitulah maksudku", Ace tersenyum.

* * * * *

Saturday, March 15, 2014

Gamma Rangers: Blackout (Chapter 07)



Gamma Rangers: Blackout
Chapter 7


Armstrong menceritakan kejadian yang dia alami sambil terus menyusuri sungai bersama Spy. Ternyata saat meluncur di atas banana boat, Armstrong melompat ke samping sesaat sebelum sampai di ujung spillway. Itu menghindarkannya dari tarikan arus air yang kuat, lalu berenang ke tepian. Setelah naik, dilihatnya banana boat kembali muncul ke permukaan, berputar-putar dan akhirnya hanyut ke arah hilir. Tiga orang lainnya tak tampak. Armstrong mengamati permukaan sungai untuk beberapa waktu sebelum memutuskan menyusuri sungai. Saat itulah dia melihat tanda di dinding.

"Pantas saja kau basah kuyup", ujar Spy setelah mendengar cerita Armstrong. "Semoga Saboteur baik-baik saja, dia kan tidak pandai berenang".

"Itu juga yang menjadi pikiranku", jawab Armstrong. Sekilas dia melihat sebuah bayangan di atas batu, segera disorotkannya lampu ke arah bayangan tersebut. Ternyata Saboteur sedang duduk, menggigil.

"Saboteur! Syukurlah kau selamat", seru Armstrong dengan lega. "Kau tampak kedinginan".

"Aku tidak kedinginan", kata Saboteur.

"Tapi kau menggigil", jawab Armstrong.

"Aku tidak menggigil, aku gemetar", kata Saboteur. "Tadi aku bertemu seseorang, atau lebih tepatnya... sesuatu", lanjutnya. Armstrong dan Spy hanya diam dan berpandangan satu sama lain.

"Sudahlah, yang penting kamu selamat. Ayo kita cari Explorer dan Ace", kata Armstrong sambil melangkah kembali menyusuri tepian sungai.

Baru beberapa menit berjalan, Spy melihat sinar senter berayun-ayun dari arah berlawanan. Dia segera mematikan senternya dan memberi kode pada Spy dan Saboteur untuk bersembunyi di balik pepohonan. Sosok yang membawa senter itu berjalan perlahan ke arah mereka. Saboteur dengan cepat melompat untuk menyergap sosok tersebut. Tetapi tanpa diduganya, sosok itu dengan sigap menghindar dan menjegalnya sampai terjerembab. Melihat Saboteur jatuh, Armstrong langsung menyerbu dengan ayunan tinjunya. Sosok itu dengan sigap menangkis, tetapi tetap saja terpental hingga beberapa meter.

"Tunggu!", seru sosok itu saat Armstrong kembali menyerbu. "Armstrong! Ini aku, Explorer".

"Explorer?", spontan dia menghentikan langkahnya, lalu menyorotkan senter kepada lawannya. Tampak Explorer yang sedang meringis memegangi tangannya.

"Tak ada yang bisa melontarkan aku sejauh ini selain kamu", ujarnya.

"Uwh, sori... Kukira musuh", kata Armstrong sambil membantu Explorer berdiri. "Dimana Ace? Kau tak bersamanya?".

"Dia tadi berjalan di belakangku. Untuk mengantisipasi jika aku diserang", jawab Explorer.

"Wow, untung saja dia tidak menembakku", ada sedikit kelegaan di nada bicara Armstrong. Lalu dilihatnya Ace sedang berdiri sambil menodongkan pistolnya ke arah Saboteur yang tergeletak.

"Ah, syukurlah kalian semua selamat", kata Ace sambil menyarungkan kembali pistolnya, lalu membantu Saboteur bangkit.

Explorer senang sekali dengan bergabungnya Spy. Tetapi tim Gamma telah kehilangan perlengkapan tempur saat terbawa arus tadi. Mereka harus menyusun ulang strategi.

"Nggg... Adakah yang membawa baterai cadangan?", tanya Spy kepada rekan-rekannya. "Aku harus menghubungi CB untuk melaporkan perkembangan situasi".

"Aku membawa satu", jawab Ace sambil merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah baterai yang masih terbungkus rapat dengan plastik. Spy segera menerima baterai itu dan memasangnya di ponsel. Setelah ponselnya menyala, dia langsung menghubungi CB.

* * * * *

Jendral Sodatoy tersenyum puas. Sejauh ini taktiknya berjalan mulus. Anak buahnya juga telah mengkonfirmasi bahwa surat ancaman beserta permintaan tebusan telah diterima pihak pemerintah provinsi Jawa Timur.

"Jendral", seru seorang prajurit tergesa-gesa memasuki ruangan.

"Ada apa?", hardik sang Jendral.

"Lapor, Jendral. Kami menemukan tiga unit motor yang terparkir di area wisata. Klakson motor terus menyala, sangat ribut. Saat kami periksa, terdapat logo Delta Force di ketiga motor tersebut", si prajurit mengakhiri laporannya dengan terengah-engah.

"Delta Force?", senyum sang Jendral langsung pudar. "Angkut motor-motor itu kemari!", perintahnya.

"Siap, laksanakan!", jawab si prajurit dengan sikap hormat, kemudian berlari keluar.

Jendral Sodatoy segera menuju peralatan komunikasi, meminta operator menghubungkannya dengan Mayor Bishop.

"Mayor, serahkan Sengguruh pada anak buahmu. Ada tugas untukmu di Sutami", perintah Jendral Sodatoy setelah tersambung.

"Siap", jawab Mayor Bishop singkat.

* * * * *

"Kolonel, Spy di saluran utama", kata CB dengan perasaan lega. Spy akhirnya bisa menghubungi markas.

"Spy, senang sekali mendengarmu. Ada perkembangan apa disana?", tanya Kolonel yang seolah menemukan kembali semangatnya.

Spy segera menjelaskan semua situasi di Karangkates. Juga tentang informasi yang dikirimkannya ternyata hanya umpan. Kolonel juga memberitahukan tentang permintaan tebusan 22 triliun yang diminta oleh Jendral Sodatoy dalam waktu 12 jam. Jika dalam waktu itu tuntutannya tak dikabulkan, maka dia akan meledakkan lima PLTA yang sekarang disandera. Jika hal itu terjadi, pemerintah tak hanya kehilangan lima PLTA, tetapi akan terjadi banjir bandang di sepanjang aliran sungai Brantas. Volume air di lima bendungan itu jika dilepaskan akan menghancurkan apapun yang dilewatinya. Kerugiannya ditaksir beberapa kali lipat dari jumlah tebusan yang diminta Jendral Sodatoy. Kolonel juga menginstruksikan tim Gamma untuk pergi ke tempat terdekat yang memiliki akses jalan umum. Kemudian perlengkapan akan dikirimkan ke lokasi itu.

"Baiklah, misi kita sudah jelas. Kita harus menentukan titik pertemuan, kemudian beristirahat dan menunggu paket dari Kolonel. Setelah itu kita beraksi", kata Explorer. Yang lain langsung menyetujui. Dengan bantuan perangkat GPS milik Spy, mereka kemudian berjalan ke utara.

* * * * *

Mayor Bishop hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam untuk sampai di Karangkates. Dia segera menghadap kepada Jendral Sodatoy.

"Mayor, kita memiliki tikus disini", kata Jendral Sodatoy, lalu memberitahukan situasi pada bawahannya itu.

"Kita membutuhkan lebih banyak prajurit, Jendral", jawab Mayor Bishop.

"Aku tahu, aku telah memerintahkan Kapten Barker dan Ringo menuju kemari", kata Jendral Sodatoy, lalu menjelaskan rencananya. "Kau sanggup?", lanjutnya.

"Saya siap, Jendral", jawab Mayor Bishop. Dia memberikan hormat, kemudian meninggalkan ruangan.

* * * * *

Tim Gamma telah sampai di sebuah desa yang menurut GPS termasuk di wilayah Jugo. Mereka memilih untuk beristirahat di sebuah bangunan gudang yang tak terpakai. Spy kemudian mengirimkan lokasi mereka pada CB, mereka akan menunggu paket dari Kolonel di tempat itu. Mereka memutuskan untuk istirahat.

Sudah lewat tengah malam saat sebuah truk boks dengan logo Delta Force berhenti di samping gudang. Spy yang pertama kali bangun, kemudian dia membangunkan yang lainnya. Saboteur adalah yang paling sulit dibangunkan. Pengemudi truk itu turun dan menghampiri mereka. Explorer menemui Sersan Rohman, sang pengemudi.

"Yow, Explorer. Paketmu sudah sampai. Periksalah, setelah itu tanda tangan disini", kata Sersan Rohman dengan gayanya yang cengengesan.

"Yow, Rohman. Luruskan dulu punggungmu selagi aku memeriksanya", jawab Explorer sambil mengarahkan dua telunjuknya ke depan seperti gerakan menembak, meniru gaya Sersan Rohman. Dia segera menuju bagian belakang truk, lalu dibukanya pintu boks. Dengan sekali lompatan, Explorer telah naik dan masuk ke dalam boks. Diperiksanya paket yang dikirimkan oleh Kolonel. "Tepat seperti yang kita butuhkan", gumamnya dengan perasaan puas. "Armstrong! Kemarilah, aku butuh bantuanmu!".

"Aku datang", jawab Armstrong sambil berlari ke bagian belakang truk.

"Tolong turunkan semua muatan truk ini. Hanya kamu yang bisa", perintah Explorer sambil menepuk bahu Armstrong.

"Piece of cake", jawab Armstrong langsung memulai pekerjaannya. Dia hanya membutuhkan sedikit waktu untuk menurunkan seluruh muatan. Ada makanan kaleng yang bisa dikonsumsi setelah dipanaskan. Kemudian ada sebuah boks berisi senjata dan amunisi. Lalu ada empat buah motor yang sesuai dengan karakter masing-masing anggota, semuanya dengan logo Delta Force dan simbol Gamma di bawahnya.

Dagger Navi+ adalah motor untuk Explorer dan Ace, memiliki kecepatan dan tenaga yang besar. Demon SPD adalah motor yang dirancang khusus untuk bisa bermanuver lincah dalam kecepatan tinggi. Ini adalah motor untuk Spy. Dua motor lain, Chaser MaX dan Enduro LM, adalah motor untuk Saboteur dan Armstrong. Memiliki daya angkut dan tenaga yang besar. Khusus pada motor Enduro LM yang dikendarai Armstrong dilengkapi setang kemudi yang lebih panjang untuk menambah kestabilan. Semua motor itu dilengkapi dengan kunci elektronik, sehingga hanya anggota tim Gamma saja yang bisa menyalakan mesinnya.

"Bagus, peralatan kita sudah lengkap. Ayo kita makan dulu sebelum beraksi", kata Explorer.

"Nggg... Sebelum itu, bolehkah aku minta sedikit bantuan?", tanya Spy.

"Bantuan apa?", Armstrong menimpali.

"Anu... Adakah yang tahu bagaimana cara membangunkan Saboteur?", kata Spy. Semua segera menoleh ke arah Saboteur yang masih tertidur pulas.

* * * * *