Saturday, April 26, 2014

Gamma Rangers: Blackout (Chapter 13)



Gamma Rangers: Blackout
Chapter 13


Pertarungan di anjungan fasilitas pembangkit tampak berlangsung kurang seimbang. Pukulan-pukulan Armstrong selalu bisa diantisipasi dengan baik oleh Ringo. Sebaliknya, kemampuan Ringo merubah arah serangan sangat merepotkan Armstrong. Ringo tersenyum tipis melihat lawannya sempoyongan.

Baru saja Armstrong berhasil menjejakkan kakinya untuk berdiri, Ringo telah merangsek dengan pukulan ke arah kepala. Secara reflek Armstrong mengangkat kedua tangan untuk melindungi kepala. Tetapi justru dua pukulan beruntun mendarat telak di perutnya. Serangan terakhir ini membuat tubuh Armstrong tertekuk, Ringo menyambutnya dengan menghunjamkan lutut ke arah kepala. Beruntung bagi Armstrong, lengannya cukup kuat menahan serangan itu. Serangannya telah ditahan, tetapi tetap saja Armstrong terpental ke belakang.

"Kudengar kau ini punya reputasi sebagai yang terkuat di Delta Force", olok Ringo melihat Armstrong yang tampak menyedihkan. Terbungkuk dengan bertumpu pada lutut dan satu tangan, sedang tangan kirinya memegangi perutnya. Beberapa kali Armstrong terbatuk, matanya berair karena menahan sakit. "Rupanya standar kekuatan Delta Force sangat rendah, payah!", lanjut Ringo lalu meludah ke tanah.

Armstrong tak habis pikir, kenapa serangannya bisa diantisipasi dengan mudah oleh Ringo? Apakah ada yang salah dengan serangannya? Pukulannya cuma sekali mengenai sasaran di awal pertarungan, setelah itu nihil. Lalu kenapa serangan Ringo selalu bisa mencapai sasaran? Sejauh itukah perbedaan kemampuan mereka? Armstrong nyaris putus asa memikirkan dia hampir tak memiliki peluang untuk memenangkan pertarungan.

* * * * *

"Sebenarnya berapa banyak lagi sih jebakan yang dipasang Kapten Barker disini?", gerutu Saboteur saat menjinakkan jebakan kelimabelas. Kini dia berdiri di depan pintu keluar. Melalui teropong night vision, dia bisa melihat banyak garis simpang siur di depan pintu. Jebakan bertumpuk yang rumit! Saboteur berdiri diam, berkacak pinggang, memandangi jebakan di depannya. Omelan-omelan tak jelas keluar dari bibirnya.

Mendekat, Saboteur mulai mempelajari alur simpang siur tersebut. Kawat-kawat tipis itu saling terhubung, membentuk sebuah formasi acak. Saboteur hanya terdiam melihat kerumitan jebakan itu.

"Ini sih tak bisa dijinakkan", gumamnya putus asa. Dia berusaha mengingat kembali semua pelajaran yang pernah diberikan oleh Kapten Barker.

'Temukan porosnya', tiba-tiba saja kalimat itu terlintas di ingatannya. Buru-buru dia kembali mendekati jebakan tersebut. Dia merunut salah satu kawat, di ujung kawat dia hanya menemukan sebuah simpul yang tersambung ke kawat lainnya melalui sebuah pengait. Kawat tersebut berakhir pada simpul yang terhubung dengan kawat lainnya. Begitu pula seterusnya.

"Ini sangat membuang waktu", Saboteur mulai hilang kesabaran. Dia membalikkan badan dan melangkah menuju pintu masuk sebelumnya, mencoba mencari jalan lain. Tetapi langkahnya terhenti setelah sampai di pintu masuk. Di depan pintu masuk dia melihat jalur simpang siur dengan formasi acak.

"Kapan dia memasangnya?", gumam Saboteur. Keringat dinginnya keluar saat menyadari kemungkinan Kapten Barker masih berada dalam ruangan itu.

* * * * *

Sebuah pukulan telak kembali menghunjam perut Armstrong. Pukulan itu awalnya mengincar kepala, tetapi berbelok ke arah perut ketika Armstrong telah siap melindungi kepalanya.

"Kenapa Armstrong? Tak bisa menebak seranganku?", ejek Ringo melihat Armstrong tersungkur.

"Tak bisa menebak?", gumam Armstrong. tiba-tiba dia melompat dan melayangkan pukulan ke arah perut Ringo. Tetapi sama seperti sebelumnya, Ringo bisa menghindar dan mendaratkan pukulan di wajah Armstrong. "Bodohnya aku", gumam Armstrong sambil tersenyum, mengusap pipinya yang memar.

"Kebodohanmu akan berakhir bersamaan dengan seranganku yang berikutnya", jawab Ringo terkekeh.

"Aku tak sabar menunggu", jawab Armstrong sambil berdiri. Setelah menyelesaikan kalimatnya, Armstrong bergerak cepat menyerbu ke arah Ringo.

"Kemarilah dan sambut kekalahanmu!", teriak Ringo sambil memasang kuda-kuda.

Dengan menekuk lututnya, Armstrong merendahkan posisi tubuh, kemudian mengayunkan kepalan tangan kanannya. Ringo dengan sigap melangkah ke sisi kiri Armstrong. Menghindar sekaligus mengincar sisi kiri Armstrong yang tanpa perlindungan.

Saat mempersiapkan kepalannya, Ringo terkesiap melihat senyuman di bibir Armstrong. Tiba-tiba Armstrong menjejakkan kakinya kuat-kuat, melompat ke depan sambil merentangkan tangan kirinya. Dia menubrukkan bahunya di perut Ringo, tangan kirinya memeluk sekaligus mengunci pinggang lawannya itu.

Ringo yang tak menduga serangan ini terdorong ke belakang dan terjatuh pada punggungnya. Armstrong dengan cepat menduduki perut Ringo, kemudian menghantamkan lengannya ke bawah. Ringo masih sempat mengangkat kedua tangan untuk melindungi kepalanya. Pukulan Armstrong membentur lengan Ringo, disusul bunyi gemeretak dan erangan kesakitan. Pukulan kedua masih mengenai lengan, kali ini Ringo berteriak kesakitan. Pertahanannya goyah.

Ringo tiba-tiba kehilangan rasa percaya dirinya, yang dia rasakan sekarang hanya kengerian yang membekukan. Dua lengannya patah hanya dengan dua pukulan. Pukulan ketiga Armstrong menembus pertahanannya dan mendarat telak di wajahnya. Akibatnya sangat fatal, hidung dan beberapa gigi Ringo remuk sekaligus membuatnya tak sadarkan diri. Armstrong mengurungkan pukulan keempatnya saat melihat Ringo telah pingsan. Dia bangkit berdiri kemudian menghela nafas panjang. Dia merasa lega telah mengakhiri pertarungan ini.

"Piece of cake!", kata Armstrong. Dia mengambil beberapa peralatan yang terjatuh saat bertarung tadi, lalu bersiap menyusul Saboteur.

"Berapa lama tadi aku bertarung?", dilihatnya arloji di lengannya. Tetapi arloji itu telah pecah, pasti karena benturan saat bertarung tadi.

Armstrong melihat ke arah langit untuk mengetahui posisi matahari, tetapi pandangannya ke arah timur terhalang oleh bendungan. Dia tak bisa memperkirakan waktu. Dia juga tak mengetahui aktivitas apa yang sedang berlangsung di atas bendungan. Pandangannya terhenti di bagian tengah bendungan. Ada suatu bayangan yang menarik perhatiannya. Diraihnya teropong, lalu kembali mengarahkan pandangannya ke arah bayangan tadi melalui teropong. bayangan itu rupanya Explorer, Ace dan Spy yang sedang terikat di pagar bendungan. Sesaat Armstrong bimbang, apakah dia harus ke atas untuk menolong ketiga rekannya atau menyusul Saboteur ke ruang generator.

* * * * *

Di dalam keremangan ruang generator, Saboteur berusaha keras mengamati sekitarnya. Dia mencari tanda-tanda keberadaan Kapten Barker. Tetapi sejauh ini dia tak mendapati satupun tanda keberadaan Kapten Barker. "Dia pasti di dalam ruangan ini, rangkaian di pintu masuk tadi buktinya", gumam Saboteur pelan.

Saat melangkah melewati generator kedua, sudut matanya menangkap cahaya merah yang berpendar lemah di belakang generator nomor dua. Pelan dia menghampiri sambil merapatkan tubuhnya di generator tersebut. Diperhatikannya sumber cahaya tersebut dengan seksama. Ternyata cahaya itu berasal dari display sebuah timer digital.

"Timer?", dia berjongkok dan memeriksa timer tersebut. Tampak dalam display tertera angka 00:42:31 dan terus menghitung mundur. "Ini penghitung mundur bom, 42 menit lagi sebelum ledakan besar. Aku harus menjinakkannya", Saboteur sedikit terkejut saat melihat jalur yang terpasang. Ada empat jalur yang terhubung, masing-masing terdiri dari tiga warna kabel: merah, putih dan biru.

Saboteur segera mengeluarkan peralatannya. Segera dia membuka kotak timer dengan hati-hati. Di bawah cover itu tampak sebuah sirkuit yang cukup kompleks. Empat jalur kabel terpasang di slot masing-masing, menandakan semuanya berfungsi. Sirkuit tersebut tampak berbeda dari yang sering dilihat Saboteur. Tidak ada satupun keterangan tertera di keping sirkuit tersebut. Saboteur tak bisa menebak kabel mana yang harus dipotong untuk mencegah bom meledak.

Tiba-tiba saja Saboteur dikejutkan dengan sebuah gedoran di pintu masuk. Saboteur langsung waspada dan beringsut merapat ke sisi generator.

"Saboteur!", terdengar sebuah teriakan dari luar. Saboteur segera mengenali pemilik suara itu, Armstrong. "Aku akan masuk sekarang!", teriak Armstrong. Tiba-tiba saja Saboteur teringat jebakan rumit di pintu masuk.

"Armstrong! Jangan masuk!", teriak Saboteur sekeras yang dia bisa. Tetapi terlambat, detik berikutnya pintu itu jebol ke arah dalam oleh dorongan bahu Armstrong. Saboteur segera melompat ke sisi belakang generator dan tiarap sambil melindungi kepalanya.

* * * * *

Saturday, April 19, 2014

Gamma Rangers: Blackout (Chapter 12)



Gamma Rangers: Blackout
Chapter 12


"Jalan menuju turbin ada di belakang gedung ini. Ayo segera kesana!", kata Saboteur sambil berlari menuju tempat yang dimaksudkannya.

"Tunjukkan jalannya. Aku di belakangmu", Armstrong berlari menyusul rekannya itu.

Di belakang gedung kontrol terdapat sebuah anjungan yang berfungsi untuk memantau saluran pembuangan. Di tepi anjungan terdapat tangga ke bawah, ke sebuah jalan kecil menuju turbin. Saboteur melompati tangga itu, mendarat di jalan dan terus berlari. Armstrong baru saja akan melompat saat sesuatu menyambarnya dari samping. Tak disangka, dia terpental dan membentur pagar anjungan. Tetapi dia segera bangkit dan melihat apa yang telah membuatnya terpental.

Dia segera melihat sosok yang sedang berlari menuju ke arahnya. Secara refleks Armstrong menaikkan lengan kirinya saat sosok itu melepaskan pukulan tangan kanan yang bertenaga. Pijakan Armstrong menjadi goyah, dia terlambat mengantisipasi saat pukulan kiri lawannya mendarat telak di perutnya. Tubuhnya tertekuk ke depan, untuk sesaat dia tak bisa bernafas. Mulutnya terbuka karena rasa sakit di perutnya. Terjangan berikutnya membuat Armstrong terpental ke belakang.

Tetapi lawan tak mau memberi waktu untuk sekedar mengambil nafas, dia berlari ke arahnya. Armstrong masih sempat melindungi kepalanya dengan kedua tangan saat lawan menendang. Terdengar teriakan kesakitan saat siku Armstrong berbenturan dengan tulang kering lawannya. Armstrong menggunakan kesempatan itu untuk bangkit dan mengambil jarak aman.

Dilihatnya sosok yang menjadi lawannya, seorang bertubuh kekar. Terdapat banyak sobekan di seragamnya yang memiliki tanda pangkat kapten. Sekilas dilihatnya nametag di dada lawannya itu, Ringo.

"Salam perkenalan yang berkesan, Kapten Ringo", kata Armstrong sambil mengelus perutnya yang masih terasa nyeri.

"Terserah, yang pasti aku akan membalas lemparan granatmu tadi", kata Ringo sambil merangsek maju.

"Keluarkan semua kemampuanmu", kata Armstrong sambil memasang kuda-kuda.

Mereka berdua saling beradu kekuatan dalam pertarungan jarak dekat. Suara benturan terdengar tiap kali pukulan mereka beradu dengan tangkisan. Keadaan tampak seimbang untuk saat ini. Sampai pada saat pukulan kanan Armstrong mendarat telak di pipi kiri Ringo. Besarnya tenaga pukulan membuat Ringo terpelanting. Tetapi tanpa diduga Ringo memanfaatkan momentum untuk berputar dan mendaratkan tendangan tumit ke arah rusuk Armstrong. Tendangan itu membuat udara di paru-parunya serasa dipompa keluar sekaligus. Armstrong terlempar dan langsung tersungkur.

Ringo berhasil bangkit lebih dahulu, dia mendekati Armstrong yang masih megap-megap. Tendangannya kembali menghajar rusuk Armstrong, kali ini yang sebelah kiri. Tubuh Armstrong sampai terbang karena kuatnya tenaga Ringo. Armstrong bergulung beberapa kali saat mendarat di lantai anjungan. Dia terbatuk-batuk saat mencoba duduk, rusuknya terasa sangat sakit. Dilihatnya Ringo meludah ke lantai sambil mengusap pipinya yang tampak memar.

"Lumayan juga pukulanmu", kata Ringo sambil menyeringai.

"Mau lagi?", kata Armstrong. Dia sudah berdiri sekarang, tetapi masih bersandar di pagar. Beberapa kali dia menarik nafas panjang untuk meredakan nyeri di rusuknya.

"Bersiaplah!", seru Ringo sambil berlari ke arah Armstrong. Armstrong segera mengambil kuda-kuda, sebenarnya dia belum sepenuhnya siap untuk bertarung. Tetapi siap atau tidak, pertarungan harus diselesaikan.

"Heaaa!!!", teriak Armstrong sambil bergerak maju.

* * * * *

Saboteur telah sampai di depan ruang generator. Dilihatnya ke atas, pasukan yang memanjat tadi sudah tidak nampak. Dia harus cepat jika ingin mengejar mereka. Diraihnya kenop pintu dan ditariknya. Tiba-tiba Saboteur dengan cepat melompat ke samping. Pintu itu meledak. Api ledakan mengenai kaki kiri saboteur, membuat celananya terbakar. Dia buru-buru memadamkan api itu dengan segala cara. Baru saja apinya padam, dua buah granat menggelinding di dekatnya. Secara reflek dia meraih granat tersebut dan melemparnya dengan kuat ke arah sungai. Tetapi salah satu granat meledak sesaat setelah dilemparkan dan sedikit melukai tangannya.

"Hahaha... Reflekmu semakin bagus Saboteur", terdengar suara dari dalam ruang generator. Saboteur menoleh ke arah pintu, dilihatnya sosok sang dia kenal.

"Kapten Barker! Ternyata Anda", kata Saboteur dengan nada terkejut. "Kenapa Anda disini?", lanjutnya.

"Hanya mencari suasana baru", jawab Kapten Barker dengan tersenyum.

"Tetapi kenapa harus bersama pasukan pemberontak, Kapten?", tanya Saboteur lagi.

"Karena mereka memberiku kesempatan lebih luas", jawab Kapten Barker, masih tersenyum.

"Kesempatan?", Saboteur tak mengerti apa yang dimaksudkan Kapten Barker.

"Kesempatan untuk bermain", jawab Kapten barker sambil menyeringai lebar. Saboteur merinding mendengar jawaban mantan mentornya itu.

Dulu Kapten Barker adalah seorang pengajar spesialis bahan peledak dan jebakan di camp pelatihan Delta Force. Saboteur adalah salah seorang anak didiknya. Keahliannya membuat jebakan dan menggunakan bahan peledak memang tersohor, tetapi seringkali malah menghambat kinerja tim yang lain. Dia mendapat skorsing dari kesatuannya karena masalah tersebut. Dia memutuskan untuk pensiun lebih awal. Tak disangka, sekarang dia bergabung dengan pasukan pemberontak.

Kapten Barker menimang sebuah granat sambil menyeringai, melepas picunya lalu melemparnya ke arah Saboteur yang masih terbaring. Saboteur dengan reflek menepis granat itu dengan tangan kirinya sehingga granat terpental ke arah sungai. Granat itu meledak sebelum menyentuh permukaan air.

"Bagus, ini pasti seru", kata Kapten Barker sambil berjalan menuju pintu.

"Kapten, menyerahlah! Aku tak ingin bertarung denganmu", kata Saboteur sambil bangkit berdiri. Tetapi Kapten Barker telah memasuki ruang generator. Saboteur segera menyusulnya ke dalam ruang yang sekarang gelap itu. Nalurinya mengatakan ada yang tidak beres, dia berhenti dan mengamati sekitarnya menggunakan teropong night vision. Dilihatnya garis-garis tipis yang melintang di sepanjang koridor. Jebakan!

"Hmmm... Permainan dimulai", gumam Saboteur. Dia mengeluarkan pisau lipat dan senter dari saku, lalu menuju garis pertama yang dia temui. Diperiksanya jebakan itu dengan teliti. Biasanya jebakan kawat akan bereaksi saat kawat tertarik, dan bisa dijinakkan dengan memotong kawatnya. Tetapi jebakan ini lain, picunya memiliki poros ganda. Jadi akan bereaksi jika kawat tertarik atau mengendur. Saboteur memegang picunya supaya tidak bergerak, lalu memotong kawatnya. Kawat itu dia gunakan untuk mengikat picu supaya tetap sejajar dengan porosnya. Satu jebakan telah berhasil diatasi. Dia melanjutkan ke jebakan kedua.

* * * * *

Sementara itu, Explorer, Ace dan Spy baru saja melibas tikungan terakhir sebelum sampai di jalan akses bendungan sisi utara. Mereka terkejut saat sampai disana, karena telah disambut langsung oleh Jendral Sodatoy. Dia duduk di sebuah kursi lipat di samping van, membelakangi mereka. Di sebelahnya terdapat sebuah meja kecil. Di atasnya terdapat secangkir teh dan sepiring singkong rebus.

"Selamat datang tim Delta Force", kata Jendral dengan lantang tanpa menoleh sedikitpun. Dengan tenang dia menyeruput tehnya.

Explorer segera menurunkan standar motor, lalu turun dan mencabut pistolnya.

"Menyerahlah Jendral! Hentikan kegilaanmu", kata Explorer sambil mengacungkan pistolnya. Spy dan Ace mengikuti tindakan Explorer.

"Menyerah? Menyerah akan membuatku Melewatkan pertunjukan utama", kata Jendral masih belum menoleh. "Lebih baik kalian bergabung denganku dan menikmati pertunjukannya", lanjut Jendral.

"Pertunjukan?", tanya Explorer mengerenyitkan dahi.

Lamat-lamat terdengar suara musik dan tetabuhan dengan irama mars. Explorer melihat ke arah bendungan, dimana suara itu berasal. Disana tampak berbaris rapi kelompok marching band. Mereka memainkan lagu-lagu pop yang sedang booming di pasaran. Kelompok marching band itu terus berjalan menuju ke arah mereka.

"Hei, mereka tidak buruk juga", gumam Explorer yang dibalas dengan anggukan Ace dan Spy. Tanpa sadar mereka menggerakkan kepala, tangan dan kaki mengikuti irama yang dimainkan kelompok marching band tersebut.

"Pertunjukannya sesuatu banget kan?", terdengar sebuah suara bersamaan dengan sesuatu yang menempel di tengkuk mereka bertiga. "Jatuhkan senjata kalian, lalu tendang ke arah Jendral", lanjut suara tersebut. Spy mengenali logat khas tersebut, dia melirik ke belakang dan melihat Leo bersama Mayor Bishop sedang menodongkan pistolnya.

"Aku baru saja berpikir marching band itu cuma jebakan", gumam Ace sambil menjatuhkan pistol, lalu menendangnya menjauh.

"Tapi kenapa kita bisa terjebak?", gumam Spy sambil melakukan hal yang sama.

"Aku ingin tahu apa mereka bisa memainkan lagu-lagu Didi Kempot", kata Explorer sambil menendang pistolnya.

Dengan cepat perlengkapan mereka telah dilucuti oleh Leo, sementara Mayor Bishop tetap menodongkan pistolnya. Setelah itu Leo segera memborgol tangan mereka bertiga ke belakang. Kemudian Leo dan Mayor Bishop menggiring mereka ke arah bendungan, lalu memasang borgol mereka ke besi pagar sisi barat. Tepat di tengah bendungan.

"Beraktinglah yang baik, kalian menjadi pemain tambahan sekarang", kata Mayor Bishop sebelum meninggalkan mereka.

"Pemain tambahan ya?", kata Explorer dengan menyeringai. Ace dan Spy melihat ke arahnya. Mereka menangkap perasaan putus asa dalam kata-kata Explorer. "Kira-kira berapa banyak honornya?", lanjut Explorer.

* * * * *

Saturday, April 12, 2014

Gamma Rangers: Blackout (Chapter 11)



Gamma Rangers: Blackout
Chapter 11


Mayor Bishop tampak serius mengamati pekerjaan anak buahnya. Mereka sedang memasang beberapa rangkaian kabel di dalam ruang generator pembangkit listrik. Generator ini berfungsi sebagai penghasil listrik. Energi listrik tersebut dihasilkan dari air yang dialirkan melalui serangkaian pipa, lalu menggerakkan turbin. Putaran turbin juga menggerakkan rotor yang terhubung dengan generator di atasnya. Generator ini mengubahnya menjadi energi listrik sebesar 35 MW. Total 105 MW bisa dihasilkan PLTA Sutami dari ketiga pembangkitnya.

"Pasang dengan benar, jangan  sampai ada kesalahan", Mayor Bishop memberikan pengarahan dengan lantang. Suaranya bergema di dalam ruangan. Dia terus berkeliling sambil mengawasi, memastikan tak ada satupun kesalahan.

"Mayor, semua sudah terpasang", seru seorang prajurit. Mayor Bishop segera menghampiri prajurit tersebut, lalu memeriksa sebuah panel yang menghubungkan semua kabel.

"Bagus, segera bergerak ke atas!", perintah Mayor. Seluruh prajurit segera keluar dari ruangan, lalu mendaki menuju puncak bendungan.

* * * * *

"Explorer!", panggil Spy setengah berteriak.

"Ada apa Spy?", jawab Explorer sambil menghampiri Spy.

"Lihat itu!", kata Spy sambil menunjuk ke arah bendungan. Explorer segera mengamati dengan teropongnya. Tampak beberapa orang sedang mendaki lereng bendungan. Mereka mendaki dari arah generator menuju puncak bendungan.

"Tampaknya pasukan Jendral Sodatoy berusaha kabur", kata Explorer. "Dimana jalur menuju turbin?", tanya Explorer kepada Saboteur.

"Hah? Kenapa kau menanyakan padaku?", jawab Saboteur gelagapan.

"Kau kan tahu banyak tentang bendungan ini", jawab Explorer.

"Bukan aku, tapi Joker yang tahu banyak", sanggah Saboteur.

"Tapi dia memberitahukan padamu bukan?", kejar Explorer.

"Yaaa... Tetapi secara garis besarnya saja. Aku tak tahu dimana jalan menuju turbin", kata Saboteur sambil menaikkan bahunya.

"Berarti kita harus mengambil jalan memutar untuk ke atas", kata Explorer. "Ace dan Spy ikut denganku. Saboteur dan Armstrong tetap disini, pastikan lokasi ini telah aman", perintah Explorer. Kemudian berlari menuju motornya yang berada di depan gerbang fasilitas pengendali bendungan. Ace dan Spy mengikutinya.

"Kau benar-benar tidak tahu?", tanya Armstrong.

"Sama sekali tidak tahu", jawab Saboteur sambil menggelengkan kepala.

"Hmmm...", gumam Armstrong sambil mengelus-elus dagunya. "Baiklah, mari kita periksa tempat ini", kata Armstrong sambil melangkah maju menuju pintu.

"Oke", jawab Saboteur singkat lalu membalikkan badan untuk mengikuti Armstrong. Tetapi dia berhenti pada langkah pertama.

Armstrong mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu yang terkunci. Dia berlari dan membenturkan bahu dan lengannya ke pintu. Terdengar bunyi berderak, pintu terlepas dari engselnya dan roboh ke arah dalam.

"Ayo Saboteur", kata Armstrong sambil melambaikan tangannya.

"Sekarang aku tahu", kata Saboteur sedikit menggumam.

"Tahu apa?", tanya Armstrong heran.

"Jalan menuju turbin", jawab Saboteur sambil menunjuk dinding di sebelah pintu yang baru saja didobrak Armstrong.

"Apa? Tadi kau bilang tidak tahu", tanya Armstrong semakin heran. Dia kembali keluar dan melihat dinding yang ditunjuk Saboteur. Dia terpana begitu tahu apa yang tampak di dinding itu. Sebuah papan besar dengan denah lengkap fasilitas pengendali PLTA Sutami.

"Tadinya memang tidak tahu, tapi sekarang tahu", jawab Saboteur polos.

* * * * *

Jendral Sodatoy memimpin langsung pasukannya menuju sisi utara bendungan. Dia melirik jam tangannya, hampir pukul tujuh pagi. Sebuah mobil van, jeep dan beberapa truk telah menunggu di ujung bendungan. Jendral memasuki van. Bagian dalam van itu adalah perangkat komunikasi. Jendral memerintahkan operator untuk menghubungi Gubernur.

"Selamat pagi, Anda menghubungi kantor Gubernur Jawa Timur. Apakah ada yang bisa kami bantu?", terdengar suara merdu seorang operator menjawab panggilan.

"Hubungkan dengan Gubernur", kata Jendral Sodatoy.

"Gubernur sedang tidak ada di tempat. Apakah Anda mempunyai pesan yang bisa disampaikan?", balas sang operator.

"Kalau begitu, sambungkan ke nomor pribadinya", kata Jendral lagi.

"Boleh kami tahu siapa Anda dan apa kepentingan Anda?", tanya operator dengan ramah.

"Saya Brad Pitt, hendak mengajukan ijin syuting", kata Jendral sedikit kesal. Operator di sebelahnya tampak berusaha keras menahan tawa saat mendengar sang Jendral mengatakan dirinya Brad Pitt.

"Ah, ya... Dan saya pasti Angelina Jolie", jawab operator di seberang, masih dengan keramahannya.

"Cukup!", Jendral tiba-tiba menghardik keras. "Hubungkan segera atau kuledakkan kantor Gubernur dalam sepuluh menit!", amarahnya meluap.

"Baiklah, silahkan tunggu sebentar", jawab operator tersebut dengan gemetar, setelah itu hening. Sebentar kemudian terdengar nada sambung yang membuat Jendral Sodatoy tersenyum kecil.

"Ya, halo", terdengar suara berat dan datar dari seberang.

"Gubernur Zuger, apakah tidur Anda nyenyak semalam?", tanya Jendral dengan suara yang dibuat seramah mungkin.

"Andai aku bisa tidur", jawab Gubernur Zuger dengan datar.

"Jadi, sudah kau siapkan uangku?", tanya Jendral Sodatoy masih dengan nada suara yang dibuat ramah.

"Nggg... Anu... Itu...", Gubernur Zuger gelagapan, dengan suara yang datar. "Begini, apakah kita bisa berunding dulu?", lanjutnya.

"Hmmm... Sayang sekali, Gubernur Zuger yang terhormat. Jadwalku penuh sampai pukul delapan nanti", kata Jendral Sodatoy.

"Bagaimana setelah pukul delapan?", tanya Gubernur Zuger.

"Saat itu kau pasti sudah melihat banjir terbesar sepanjang sejarah Jawa Timur", kata Jendral Sodatoy.

"Nggg... Kau tahu, mustahil untuk mengumpulkan 22 triliun dalam semalam. Lagipula bank baru buka pukul sepuluh nanti", Gubernur Zuger mulai melancarkan kemampuan diplomasinya.

"Kau masih punya waktu satu jam untuk menyiapkan uangku. Gunakan waktumu dengan baik", jawab Jendral Sodatoy. Setelah itu dia mengakhiri pembicaraan.

* * * * *

CB sedang mengeringkan rambutnya, dia baru saja mandi setelah terus berada di ruang kontrol dua hari terakhir. Sekarang dia terbebas dari lengket dan bau keringatnya sendiri, dia merasa tubuhnya sangat segar. Dia kembali menuju ruang kontrol setelah menyeduh cappuccino kesukaannya. Tak lupa dia membawa sebungkus biskuit untuk camilan.

"Aaaahhh... Benar-benar nyaman", gumam CB setelah menyesap cappuccinonya. Lalu diambilnya sekeping biskuit dan mengunyahnya. Dia sedang mengunyah keping biskuit ketiga saat sebuah panggilan masuk. CB segera menelan biskuitnya dan menjawab panggilan itu.

"Kolonel Blues! Seharusnya dengan 600 juta itu kau sudah membereskan masalah ini!", semburan kata-kata penuh kemarahan itu terdengar tanpa basa-basi. Ternyata penelepon itu adalah Gubernur Zuger. "Jawab Kolonel! Jawab!", seru Gubernur Zuger.

"Bagaimana saya menjawab jika Anda terus berteriak, Gubernur?", potong CB saat Gubernur berhenti untuk mengambil nafas.

"Aku butuh bicara dengan Kolonel Blues, tidak denganmu!", bentak Gubernur Zuger.

"Kolonel Blues tidak ada di tempat. Anda bisa meninggalkan pesan", jawab CB enteng.

"Dimana dia? Aku mau uangku kembali!", teriak Gubernur Zuger mulai histeris.

"Anda meminta uang Anda kembali? Baiklah, saya akan meminta Kolonel Blues membatalkan misinya?", kata CB. Kini dia balas menyerang.

"Apa? Misi apa?", tanya Gubernur dengan gusar.

"Misi membereskan masalah Anda, Gubernur", jawab CB dengan tegas.

"Ah... Baiklah. Beritahu dia, bereskan masalah sebelum pukul delapan", kata Gubernur Zuger, kali ini dengan suara datarnya yang menyebalkan.

"Anda bisa mengandalkan kami, Gubernur", jawab CB. Pembicaraan pun berakhir.

CB tersenyum geli dengan kegusaran Gubernur tadi. Dia berharap tim Gamma bisa menyelesaikan misi mereka dengan baik. Begitu pula dengan tim Alpha. Yang belum bisa dipahami oleh CB adalah, tim Alpha bergerak setelah Kolonel Blues berbicara dengan seseorang di telepon. Sebenarnya siapa orang yang bisa membuat Kolonel Blues kembali menjalankan misi di lapangan? Apakah orang itu juga pengirim pesan misterius? CB tak bisa menemukan jawabannya saat ini. Dia hanya bisa percaya misi ini akan berhasil. Kembali disesapnya cappuccino yang masih panas itu.

* * * * *