Gamma Rangers:
Blackout
Chapter 13
Pertarungan
di anjungan fasilitas pembangkit tampak berlangsung kurang seimbang.
Pukulan-pukulan Armstrong selalu bisa diantisipasi dengan baik oleh Ringo.
Sebaliknya, kemampuan Ringo merubah arah serangan sangat merepotkan Armstrong.
Ringo tersenyum tipis melihat lawannya sempoyongan.
Baru
saja Armstrong berhasil menjejakkan kakinya untuk berdiri, Ringo telah
merangsek dengan pukulan ke arah kepala. Secara reflek Armstrong mengangkat
kedua tangan untuk melindungi kepala. Tetapi justru dua pukulan beruntun
mendarat telak di perutnya. Serangan terakhir ini membuat tubuh Armstrong
tertekuk, Ringo menyambutnya dengan menghunjamkan lutut ke arah kepala.
Beruntung bagi Armstrong, lengannya cukup kuat menahan serangan itu.
Serangannya telah ditahan, tetapi tetap saja Armstrong terpental ke belakang.
"Kudengar
kau ini punya reputasi sebagai yang terkuat di Delta Force", olok Ringo
melihat Armstrong yang tampak menyedihkan. Terbungkuk dengan bertumpu pada
lutut dan satu tangan, sedang tangan kirinya memegangi perutnya. Beberapa kali
Armstrong terbatuk, matanya berair karena menahan sakit. "Rupanya standar
kekuatan Delta Force sangat rendah, payah!", lanjut Ringo lalu meludah ke
tanah.
Armstrong
tak habis pikir, kenapa serangannya bisa diantisipasi dengan mudah oleh Ringo?
Apakah ada yang salah dengan serangannya? Pukulannya cuma sekali mengenai
sasaran di awal pertarungan, setelah itu nihil. Lalu kenapa serangan Ringo
selalu bisa mencapai sasaran? Sejauh itukah perbedaan kemampuan mereka? Armstrong
nyaris putus asa memikirkan dia hampir tak memiliki peluang untuk memenangkan
pertarungan.
* *
* * *
"Sebenarnya
berapa banyak lagi sih jebakan yang dipasang Kapten Barker disini?",
gerutu Saboteur saat menjinakkan jebakan kelimabelas. Kini dia berdiri di depan
pintu keluar. Melalui teropong night vision, dia bisa melihat banyak garis
simpang siur di depan pintu. Jebakan bertumpuk yang rumit! Saboteur berdiri
diam, berkacak pinggang, memandangi jebakan di depannya. Omelan-omelan tak
jelas keluar dari bibirnya.
Mendekat,
Saboteur mulai mempelajari alur simpang siur tersebut. Kawat-kawat tipis itu
saling terhubung, membentuk sebuah formasi acak. Saboteur hanya terdiam melihat
kerumitan jebakan itu.
"Ini
sih tak bisa dijinakkan", gumamnya putus asa. Dia berusaha mengingat
kembali semua pelajaran yang pernah diberikan oleh Kapten Barker.
'Temukan
porosnya', tiba-tiba saja kalimat itu terlintas di ingatannya. Buru-buru dia
kembali mendekati jebakan tersebut. Dia merunut salah satu kawat, di ujung kawat
dia hanya menemukan sebuah simpul yang tersambung ke kawat lainnya melalui
sebuah pengait. Kawat tersebut berakhir pada simpul yang terhubung dengan kawat
lainnya. Begitu pula seterusnya.
"Ini
sangat membuang waktu", Saboteur mulai hilang kesabaran. Dia membalikkan
badan dan melangkah menuju pintu masuk sebelumnya, mencoba mencari jalan lain.
Tetapi langkahnya terhenti setelah sampai di pintu masuk. Di depan pintu masuk
dia melihat jalur simpang siur dengan formasi acak.
"Kapan
dia memasangnya?", gumam Saboteur. Keringat dinginnya keluar saat
menyadari kemungkinan Kapten Barker masih berada dalam ruangan itu.
* *
* * *
Sebuah
pukulan telak kembali menghunjam perut Armstrong. Pukulan itu awalnya mengincar
kepala, tetapi berbelok ke arah perut ketika Armstrong telah siap melindungi
kepalanya.
"Kenapa
Armstrong? Tak bisa menebak seranganku?", ejek Ringo melihat Armstrong
tersungkur.
"Tak
bisa menebak?", gumam Armstrong. tiba-tiba dia melompat dan melayangkan
pukulan ke arah perut Ringo. Tetapi sama seperti sebelumnya, Ringo bisa
menghindar dan mendaratkan pukulan di wajah Armstrong. "Bodohnya
aku", gumam Armstrong sambil tersenyum, mengusap pipinya yang memar.
"Kebodohanmu
akan berakhir bersamaan dengan seranganku yang berikutnya", jawab Ringo
terkekeh.
"Aku
tak sabar menunggu", jawab Armstrong sambil berdiri. Setelah menyelesaikan
kalimatnya, Armstrong bergerak cepat menyerbu ke arah Ringo.
"Kemarilah
dan sambut kekalahanmu!", teriak Ringo sambil memasang kuda-kuda.
Dengan
menekuk lututnya, Armstrong merendahkan posisi tubuh, kemudian mengayunkan
kepalan tangan kanannya. Ringo dengan sigap melangkah ke sisi kiri Armstrong.
Menghindar sekaligus mengincar sisi kiri Armstrong yang tanpa perlindungan.
Saat
mempersiapkan kepalannya, Ringo terkesiap melihat senyuman di bibir Armstrong.
Tiba-tiba Armstrong menjejakkan kakinya kuat-kuat, melompat ke depan sambil
merentangkan tangan kirinya. Dia menubrukkan bahunya di perut Ringo, tangan
kirinya memeluk sekaligus mengunci pinggang lawannya itu.
Ringo
yang tak menduga serangan ini terdorong ke belakang dan terjatuh pada
punggungnya. Armstrong dengan cepat menduduki perut Ringo, kemudian
menghantamkan lengannya ke bawah. Ringo masih sempat mengangkat kedua tangan
untuk melindungi kepalanya. Pukulan Armstrong membentur lengan Ringo, disusul
bunyi gemeretak dan erangan kesakitan. Pukulan kedua masih mengenai lengan,
kali ini Ringo berteriak kesakitan. Pertahanannya goyah.
Ringo
tiba-tiba kehilangan rasa percaya dirinya, yang dia rasakan sekarang hanya
kengerian yang membekukan. Dua lengannya patah hanya dengan dua pukulan.
Pukulan ketiga Armstrong menembus pertahanannya dan mendarat telak di wajahnya.
Akibatnya sangat fatal, hidung dan beberapa gigi Ringo remuk sekaligus
membuatnya tak sadarkan diri. Armstrong mengurungkan pukulan keempatnya saat
melihat Ringo telah pingsan. Dia bangkit berdiri kemudian menghela nafas
panjang. Dia merasa lega telah mengakhiri pertarungan ini.
"Piece
of cake!", kata Armstrong. Dia mengambil beberapa peralatan yang terjatuh saat
bertarung tadi, lalu bersiap menyusul Saboteur.
"Berapa
lama tadi aku bertarung?", dilihatnya arloji di lengannya. Tetapi arloji
itu telah pecah, pasti karena benturan saat bertarung tadi.
Armstrong
melihat ke arah langit untuk mengetahui posisi matahari, tetapi pandangannya ke
arah timur terhalang oleh bendungan. Dia tak bisa memperkirakan waktu. Dia juga
tak mengetahui aktivitas apa yang sedang berlangsung di atas bendungan.
Pandangannya terhenti di bagian tengah bendungan. Ada suatu bayangan yang
menarik perhatiannya. Diraihnya teropong, lalu kembali mengarahkan pandangannya
ke arah bayangan tadi melalui teropong. bayangan itu rupanya Explorer, Ace dan
Spy yang sedang terikat di pagar bendungan. Sesaat Armstrong bimbang, apakah
dia harus ke atas untuk menolong ketiga rekannya atau menyusul Saboteur ke
ruang generator.
* *
* * *
Di
dalam keremangan ruang generator, Saboteur berusaha keras mengamati sekitarnya.
Dia mencari tanda-tanda keberadaan Kapten Barker. Tetapi sejauh ini dia tak
mendapati satupun tanda keberadaan Kapten Barker. "Dia pasti di dalam
ruangan ini, rangkaian di pintu masuk tadi buktinya", gumam Saboteur
pelan.
Saat
melangkah melewati generator kedua, sudut matanya menangkap cahaya merah yang
berpendar lemah di belakang generator nomor dua. Pelan dia menghampiri sambil
merapatkan tubuhnya di generator tersebut. Diperhatikannya sumber cahaya
tersebut dengan seksama. Ternyata cahaya itu berasal dari display sebuah timer
digital.
"Timer?",
dia berjongkok dan memeriksa timer tersebut. Tampak dalam display tertera angka
00:42:31 dan terus menghitung mundur. "Ini penghitung mundur bom, 42 menit
lagi sebelum ledakan besar. Aku harus menjinakkannya", Saboteur sedikit
terkejut saat melihat jalur yang terpasang. Ada empat jalur yang terhubung,
masing-masing terdiri dari tiga warna kabel: merah, putih dan biru.
Saboteur
segera mengeluarkan peralatannya. Segera dia membuka kotak timer dengan
hati-hati. Di bawah cover itu tampak sebuah sirkuit yang cukup kompleks. Empat
jalur kabel terpasang di slot masing-masing, menandakan semuanya berfungsi.
Sirkuit tersebut tampak berbeda dari yang sering dilihat Saboteur. Tidak ada
satupun keterangan tertera di keping sirkuit tersebut. Saboteur tak bisa
menebak kabel mana yang harus dipotong untuk mencegah bom meledak.
Tiba-tiba
saja Saboteur dikejutkan dengan sebuah gedoran di pintu masuk. Saboteur
langsung waspada dan beringsut merapat ke sisi generator.
"Saboteur!",
terdengar sebuah teriakan dari luar. Saboteur segera mengenali pemilik suara
itu, Armstrong. "Aku akan masuk sekarang!", teriak Armstrong.
Tiba-tiba saja Saboteur teringat jebakan rumit di pintu masuk.
"Armstrong!
Jangan masuk!", teriak Saboteur sekeras yang dia bisa. Tetapi terlambat,
detik berikutnya pintu itu jebol ke arah dalam oleh dorongan bahu Armstrong.
Saboteur segera melompat ke sisi belakang generator dan tiarap sambil
melindungi kepalanya.
* *
* * *