Gamma Rangers:
Blackout
Chapter 18
"Kolonel,
kami sudah menemukan tabung bom dalam pipa", lapor Letnan Angus.
"Bagus
Letnan. Sekarang buka penutup yang ada di sisi paling ujung", perintah
Kolonel.
"Siap!",
jawab Letnan Angus. Setelah itu komunikasi sempat hening untuk beberapa detik.
"Yap, sudah terbuka", lanjutnya.
"Apa
yang kau lihat Letnan?", tanya Kolonel untuk memastikan jenis bomnya sama.
"Sebuah
keping PCB yang rumit tanpa satupun petunjuk", jawab Letnan Angus.
"Bagus,
sekarang lepaskan PCB itu dari tempatnya. Ingat, lakukan dengan perlahan",
perintah Kolonel Blues.
"Sudah
lepas, Kolonel. Ada sebuah kabel hitam besar yang terhubung ke bagian dalam
tabung", jawab Letnan Angus setelah melakukan perintah atasannya.
"Bagus,
segera perintahkan tim Alpha 2 Echo untuk melakukan hal yang sama. Setelah itu
standby dan tunggu instruksi selanjutnya", perintah Kolonel.
"Siap!",
jawab Letnan Angus dengan tegas.
"Letnan
Suko", panggil Kolonel.
"Siap,
Kolonel", jawab Letnan Suko di seberang.
"Kau
sudah mendengar pembicaraan kami tadi kan?", tanya Kolonel Blues.
"Sudah
saya lakukan sesuai dengan perintah Anda, Kolonel", jawab Letnan Suko
dengan lantang.
"Bagus,
Letnan"
* *
* * *
"Saboteur",
panggil sosok tersebut. Kali ini suaranya bernada ramah dan lembut.
"Ya?",
jawab Saboteur dengan lemas.
"Berapa
lama kau belajar tentang bom?", tanya sosok itu.
"Sejak
pertama kali aku masuk Delta Force. Hampir 4 tahun", jawab Saboteur pelan.
"Berarti
sudah banyak yang kau pelajari", kata sosok tersebut.
"Begitulah",
Saboteur sudah kehilangan semangatnya.
"Beritahu
aku, bagaimana struktur rangkaian bom waktu yang paling sederhana", tanya
sosok itu. Sementara tabung bom itu terus mengeluarkan bunyi 'bip' tiap
detiknya.
"Sangat
mudah, siapkan saja sebuah timer, picu peledak dan baterai, lalu hubungkan satu
sama lain", jawab Saboteur.
"Berarti
kita bisa menjinakkannya dengan memotong kabel yang menuju baterai?",
tanya sosok itu lagi.
"Tidak.
Jika kau memotongnya, kau akan meledakkannya. Timer akan mati karena suplai
daya dari baterai terputus. Timer yang mati akan dianggap nol dan memicu
ledakan", terang Saboteur dengan malas.
"Ah,
ternyata ada tiga kabel ya. Kupikir rangkaian yang paling sederhana hanya
memerlukan satu kabel saja", kata sosok tersebut.
"Tentu
saja, satu kabel tak akan bisa membuat rangkaian berfungsi...", tiba-tiba
Saboteur terdiam, otaknya menyadari sesuatu.
Sejurus
kemudian Saboteur kembali memeriksa rangkaian dalam tabung. Timer menunjukkan
waktu 00:03:31. Saboteur mengeluarkan cutter dari sakunya, lalu mengupas kabel
hitam besar yang terhubung ke PCB. Di dalam kabel ternyata terdapat tiga buah
kabel berukuran kecil, masing-masing berwarna biru, putih dan merah. Sedangkan
sosok berbaju hitam itu berbicara melalui radio satelitnya, memberikan
instruksi persis seperti yang dilakukan Saboteur.
"Ha...
Rangkaian dasar", sorak Saboteur. Dia menemukan kembali semangatnya. Dia
kembali memeriksa rangkaian dengan lebih teliti. Tetapi dia kembali menemui
jalan buntu. Seluruh kabel tersambung menuju bagian dalam tabung yang tertutup
dan tanpa celah.
* *
* * *
Armstrong
telah sampai di atas bendungan, dia melompati pagar dan mengibaskan tangannya
yang pegal. Dia langsung berlari menuju tempat rekan-rekannya terikat. Tetapi
aksinya itu ternyata diketahui oleh seseorang di rest area. Orang itu adalah
Mayor Bishop.
"Leo!",
seru Mayor. "Hentikan orang itu!", perintahnya sambil menunjuk ke
arah Armstrong.
"Siap,
Mayor!", jawab Leo sambil berlari secepat yang dia mampu menuju ke arah
bendungan.
"Ada
apa Mayor?", tanya Jendral Sodatoy.
"Satu
orang Delta Force berhasil lolos, Jendral", jawab Mayor Bishop sambil menunjuk
Armstrong yang sedang berada di atas bendungan.
"Aahhh...
Seharusnya tak perlu dikejar, Mayor. Bendungan akan runtuh beberapa menit
lagi", jawab sang Jendral dengan enteng.
Di
atas bendungan, Leo ternyata bisa berlari lebih cepat dari Armstrong yang
memang lambat. Dia berada tepat di belakang Armstrong beberapa meter sebelum
sampai di tempat tawanan terikat.
"Armstrong!
Hati-hati di belakangmu!", teriak Ace berusaha memperingatkan rekannya.
"Cepat
Armstrong! Musuh mengejarmu!", Spy juga tak mau kalah. Dia berteriak
sekuat tenaga.
"Armstrong,
kau bawa minuman? Panas sekali disini", teriak Explorer tak kalah keras.
Ace dan Spy langsung terdiam dan memandang Explorer dengan sorot mata yang
aneh.
"Hah?
Kalian bilang apa?", Armstrong berhenti berlari, dia tak mendengar jelas
teriakan rekannya karena angin yang bertiup kencang.
Di
saat bersamaan, Leo yang sudah bersiap melompat untuk menerkam Armstrong tak
menyangka jika sasarannya akan berhenti mendadak. Dia sempat memiringkan
badannya, berharap menghindari benturan dengan punggung Armstrong. Leo berhasil
membelokkan arah dengan susah payah ke sebelah kanan.
"Aku
tak bisa mendengar kalian", kata Armstrong sambil menaikkan bahu dan
merentangkan kedua tangannya. Tanpa diduga, tangan kanannya terbentur sesuatu.
"Ups, apa itu?", Armstrong sontak menoleh ke kanan dan dilihatnya
sesosok tubuh terpelanting di sisinya. Jatuh membentur aspal jalan, bergulung
beberapa kali, dan akhirnya tak bergerak. Beberapa gigi dan hidungnya remuk
karena membentur lengan Armstrong.
"Bagus
Armstrong!" teriak Ace girang. "Sekarang bebaskan kami",
lanjutnya.
"Bukan
salahku! Aku tak sengaja", Armstrong berusaha membela diri.
"Armstrong,
mendekatlah", kali ini Spy yang berbicara pelan. "Kemarilah dan
bebaskan kami", Spy melafalkan setiap suku kata dengan jelas.
"Sudah
kubilang, aku tidak sengaja", jawab Armstrong. Tampaknya tiupan angin
telah melemahkan pendengaran Armstrong.
"Hei
Armstrong, kau punya minuman?", seru Explorer, sekali lagi dua rekannya
memberikan sorotan mata aneh.
"Baiklah,
aku segera membebaskan kalian", jawab Armstrong sambil berlari mendekat.
* *
* * *